Cahaya Cinta

Kehidupan ini kujalankan bagai buah simalakama. Hati ini terasa perih seperti luka yang masih basah ditambah luka lagi. Apakah bisa terobati? Bahkan aku merasa masa depanku telah hancur.

Perjodohan dengan pria asing itu tak bisa ditolak. Menurut Ayah dan Ibu, lelaki inilah yang terbaik buatku. Tanpa bertanya dan meminta persetujuanku, mereka langsung menerima lamarannya.

Menikah dengan lelaki pilihan orangtua dan menjalani hidup berumah tangga dengannya, membuat hidup ini bagai sambal tanpa bawang. Tak ada rasa!

Hari-hari kulalui dengan hampa. Tetapi, kewajiban sebagai seorang istri tetap kujalani. Seperti memasak, membersihkan rumah, dan mempersiapkan keperluannya saat bekerja. Satu hal pengecualian dia tak boleh menyentuhku.

Suatu ketika saat tengah malam. Aku terbangun dari tidur, dan melihat suamiku sedang salat malam. Kuperhatikan wajahnya dengan seksama, siluet wajah yang sangat berbeda, dia kelihatan lebih tampan dan seakan ada cahaya memancar dari kedua pelipisnya.

Tatapan ini kaku. Aku penasaran, lalu mendekat dan bertanya, "Mas, bangunnya sudah dari tadi ya?" tanyaku setelah ia selesai salat.

"Eh iya, Dik. Kamu kok bangun? Kalau mau tidur ... tidur lagi aja, Mas mau selesaikan bacaan Al-Qur'annya," ucapnya lembut.

"Iya, Mas!" Aku berlalu hening, tanpa kusadari untuk pertama kalinya dia berbicara panjang begini. 

Biasanya kami hanya diam, dan berbicara ketika ada perlunya saja. Suaranya sangat mendamaikan, ada getaran tak biasa muncul menggoyangkan hati.

Lelaki ini, sangat baik dan sangat taat. kenapa tidak dari dulu aku menerima dia menjadi suamiku. Bulir halus mulai membasahi netra, seperti ada penyesalan dan rasa berdosa.

Tak sia-sia Ayah dan Ibu meyakinkanku untuk menerima lamaran Mas Adam, dia sangat soleh. Selama menikah dengannya, dia menjadi suami yang baik dan tidak pernah memaksaku untuk menuruti kemauannya.

Allah Maha Tahu, mana yang terbaik buatku. Sekarang,  aku pun rajin salat malam dan membaca Al-Qur'an bersama Mas Adam.

Aku mencintai suamiku karena Allah. Begitupun dia, saat melamarku, Mas Adam berkata kepada Ayah, "Saya mencintai Annisa karena Allah, dan semoga dia bisa mencintai saya karena Allah juga." Dengan perkataan itulah Ayah tidak tega menolak lamaran Mas Adam, dan Ibu memaksaku menerimanya.

Sekarang perkataanya terwujud. Allah Sang Maha Cinta telah menitikkan cahaya cinta-Nya kepadaku, dan cahaya cinta itu akan selalu kujaga hanya untuk, Mas Adam, suamiku.


#RNue
#ODOP_BATCH3

Komentar

  1. Tulisannya sdh bagus..
    Tapi masih dalam bentuk telling ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak 😁😁, terima kasih sudah mampir mbak

      Hapus
    2. Iya mbak 😁😁, terima kasih sudah mampir mbak

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Met Milad Kak Rita

Aku yang Bukan Aku

Cinta Tak Harus Memiliki