Kara (3)


Aku sangat mencintainya, seperti menemukan jalan di semak blukar, hidupnya menuntunku ke jalan yang benar. Seperti cahaya menembus kegelapan, dunianya menyinari duniaku yang gelap dan kusam. Seperti pelangi yang terbit ketika hujan reda, dia telah memberi warna di ceritaku yang abu-abu.

Aku mencintai dia, dia yang sekarang menjadi suamiku, teman akrabku dan pacar dari sahabatku. Bukan! bukan sahabat, dia hanya teman satu kost saja, dia wanita aneh, wanita penyakitan. Karena penyakitnya lelaki yang kucintai hampir kehilangan nyawa. Penyakit yang dideritanya sangat membahayakan.

Mata Za nanar, menatap pohon akasia dari bilik jendela, tangannya menggenggam erat secangkir teh yang masih mengempulkan asap. Terlintas peristiwa sepuluh tahun lalu.

Za,  yang dari kejauhan melihat pertengkaran itu berlari ke kamar kosnya. Tangannya menjamah sepucuk surat yang tergeletak di atas meja belajar. Surat itu pemberian lelaki yang didorong perempuan di jembatan laut merah. Tetapi dia melupakannya.

"Betapa bodohnya aku," ucapnya kesal.

Dia pun berlari untuk memberi surat itu kepada sang wanita. Tapi sayang, gadis itu menghilang.

Sejak kejadian itu, Za tidak pernah melihat Raihana. Tapi surat untuk Rai, masih disimpan dengan sangat baik dan tak pernah dibukanya.

Wanita bermata sipit ini, mengeledah lemarinya. Dapat! Segera dibukanya kotak pernak-pernik yang sudah berdebu. Tangannya menjulur pada sebuah surat bercorak mawar hitam. Sudah sepuluh tahun berlalu, surat ini tak pernah sampai kepada pemilik sebenarnya.

"Rai, di mana kau sekarang?!" Ada sedikit sesak di dada dan rasa penyesalan.

Seandainya surat itu tidak terlupa, mungkin Rai dan Dzaki akan bersama. Dzaki sangat mencintai Rai, tapi perempuan pirang pengidap Dissociative Identity Disorder (DID) ini selalu bertingkah seenaknya kepada Dzaki.

Penyakit DID atau gangguan disosiatif ini merupakan penyakit mental dengan gangguan kerusakan memori, kesadaran, identitas dan persepsi. Ketika satu atau lebih fungsi tersebut terganggu, simtom dapat muncul. Gejala-gejala tersebut dapat mengganggu fungsi umum manusia, termasuk fungsi kerja, aktivitas dan relasi sosial. Kepribadian ganda ini penyakit kejiwaan yang sulit dideteksi. Orang-orang yang labil, hilang ingatan atau punya masa lalu yang mencekam adalah yang rentan memiliki kepribadian ganda atau multi pribadi. Begitulah yang dijelaskan salah satu buku psikologi, ketika Za mencari tau tentang penyakit Raihana.

Sebagai teman akrab mereka, Za merasa bingung mendengar curhatan dari keduanya. Dzaki selalu bercerita kalau dia sering luka-luka akibat perbuatan Rai. Tapi lelaki jangkung itu sangat sabar menghadapi Raihana dan tetap ingin mencintainya.

Pada saat itu, Rai tak pernah berubah, hingga kesabaran remaja berusia tujuh belas tahun ini habis dan memutuskan untuk menjauh. Dia meminta Za memberi sepucuk surat kepada Raihana. Namun Za melupakannya.

"Sayang, kamu baik-baik saja?" Terdengar suara Dzaki di ambang pintu dan seketika membuyarkan lamunan Za.

"Ha! Eh, emm ... kamu sudah pulang, kok cepat sekali, Mas?!" tanya Za memberaskan kotak pernak-pernik secara terburu-buru.

"Kok berantakan, sini aku bantu!" Langkah kaki lelaki berkemeja putih itu semakin cepat ke arah Za.

"Tidak apa, Mas, sudah selesai kok." wanita berambut panjang bergelombang itu membalik badan, langsung menyimpan kotak pernak-pernik di lemari lalu menguncinya.

"Aku selalu saja memikirkanmu, aku merindukanmu, sayang," ucap Dzaki berbisik ketelinga Za, tangannya melingkari pinggang ramping istrinya. Pelukan Dzaki terasa hangat.

Perempuan berwajah oriental ini berbalik badan, membuat tubuh mereka saling berhadapan, "Mas, kamu selalu saja menghipnotisku dengan mata itu." Kedua tangan Za menggantung di leher Dzaki.

Dzaki menepis halus rambut wanitanya yang tersibak oleh angin, seketika pohon akasia berbisik lembut. Dzaki tersenyum, ditengadahkannya dagu Za, kepalanya sedikit merunduk agar tersentuh bibir lembut humairahnya, sangat manis. Mereka saling bersentuhan. Pelukan Dzaki semakin erat kemudian Za teringat.

"Bagaimana pekerjaanmu, Mas? Kenapa jam segini sudah pulang?" Za memalingkan wajah ke arah jarum jam berbentuk mawar di dinding sudut kamar. Terlihat dua garis hitam menunjuk angka sepuluh .

Ciuman Dzaki meleset ke pipi Za, dia menunduk kecewa. "Aku sedikit pusing dan semua pekerjaan kantor kuserahkan kepada Olil. Apa mungkin ini efek pengantin baru ya, hingga aku terus saja ingin dekat denganmu." Dia tersenyum menggoda istrinya.

"Hemmm ... begitu ya?!" Za melepaskan pelukan dan berjalan ke bibir ranjang--"sekarang gimana,  masih pusing?" tanyanya menepuk-nepuk bantal berbentuk kelopak mawar.

Dzaki sangat suka properti yang berbentuk bunga mawar apalagi yang berwarna hitam. Za tau, bunga mawar itu kesukaan mereka. Rai dan Dzaki, tapi dia abai toh Dzaki sudah tak ingat apa-apa lagi.

Dzaki meraih bantal mawar dari tangan Za, direbahkan tubuhnya di ranjang. "Aku sedikit baikkan, tapi ... tiba-tiba pusingku kumat lagi jika kau jauh dariku." Za beranjak pergi menganggap godaan sang suami terlalu basi. Lantas Dzaki menarik tangan Za, sehingga wanita itu terjatuh dipelukkannya. Aksi yang tertunda dilanjutkan kembali.

**
Kara menggeliat, kepalanya terasa pusing, badannya seperti ditimpa berton-ton baja. Masih tertidur di sofa. Diraihnya ponsel yang terdampar di atas meja.

"Pak, saya ijin gak masuk ya, badan saya meriang." Pak Lin kecewa, bukannya menyuruh istirahat dia malah menanyakan persiapan berangkat ke Jakarta minggu depan. Bos payah!

Sore menggelayut manja, rintik hujan saling berkeroyok menjatuhkan diri ke bumi. Polisi Ichsan memerhatikan pengendara yang lalu lalang, siluet wajahnya dihinggapi rasa kecewa.

"Ke mana dia?" gumamnya. Tak salah lagi dia menanti Kara melewati jalan ini atau sekedar berhenti saat lampu merah. Polisi Ichsan sangat penasaran dengan gadis pirang bermasker itu, dia ingin melihat wajah Kara. Mata abu-abu yang dibingkai dengan kaca mata oval, membuatnya tersihir untuk mengetahui wajah Kara sepenuhnya.

Seminggu Kara tidak masuk kantor, otomatis meeting ke Jakarta batal, posisinya digantikan sementara oleh Lia yang berangkat ke Jakarta. Dan dia berjanji bulan depan akan menghadiri meeting kickoff cabang bersama Pak Lin. Meeting akhir tahun, total pencapaian seluruh cabang dilaporkan.

"Semoga aku baik-baik saja," gumamnya menghembuskan napas berat.

Bersambung.....

#RNue
#ODOP_Batch3

Komentar

  1. Kena serangan baper lagi nih..sblmny dr blog mbak cahyanik...skrng dr mbak karhin...ckckck.....

    BalasHapus
  2. Aih aiih pada keren cerbungnyaa mantaapp bikin baperr

    BalasHapus
  3. Hahaha... Buruan nikaaaah, lah yg nulis #kabur ah :v

    Terima kasih sudah singgah^^

    BalasHapus
  4. Aisshhh ... Aku menanti lanjutannya Kakak kece ... 😂

    BalasHapus
  5. Aisshhh ... Aku menanti lanjutannya Kakak kece ... 😂

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Lupakan Aku

Met Milad Kak Rita

Teman yang Bagaimana Kamu?