Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Kara (3)

Gambar
Aku sangat mencintainya, seperti menemukan jalan di semak blukar, hidupnya menuntunku ke jalan yang benar. Seperti cahaya menembus kegelapan, dunianya menyinari duniaku yang gelap dan kusam. Seperti pelangi yang terbit ketika hujan reda, dia telah memberi warna di ceritaku yang abu-abu. Aku mencintai dia, dia yang sekarang menjadi suamiku, teman akrabku dan pacar dari sahabatku. Bukan! bukan sahabat, dia hanya teman satu kost saja, dia wanita aneh, wanita penyakitan. Karena penyakitnya lelaki yang kucintai hampir kehilangan nyawa. Penyakit yang dideritanya sangat membahayakan. Mata Za nanar, menatap pohon akasia dari bilik jendela, tangannya menggenggam erat secangkir teh yang masih mengempulkan asap. Terlintas peristiwa sepuluh tahun lalu. Za,  yang dari kejauhan melihat pertengkaran itu berlari ke kamar kosnya. Tangannya menjamah sepucuk surat yang tergeletak di atas meja belajar. Surat itu pemberian lelaki yang didorong perempuan di jembatan laut merah. Tetapi dia melupakan

Kara (2)

Gambar
Hari yang melelahkan, Kara terlihat syok. Kasihan sekali wanita ini dia baru keluar dari ruangan Pak Lin, mungkin kena teguran lagi. 'Pak Lin datar, kesalahan orang tampak kesalahan dia tak tampak. Aku terus disalahi, padahal kerjaan itu dia yang suruh. Udah sore juga udah waktunya karyawan pulang. Aku masih disuruh kerja, giliran salah di SP. Dasar datar!' gerutu hati Kara tak karuan, dia berkemas dan bersiap untuk pulang. Menjadi penghuni terakhir di kantor sudah menjadi hal yang lumrah baginya. Dia dan Pak Lin memang karyawan dan atasan yang kompak tapi sayang setiap kesalahan selalu dilimpahkan ke Kara. Memang atasan tak pernah salah dan itu hukum mutlak di setiap perusahaan. Bos selalu benar begitulah istilahnya. Kara bergegas ke parkiran, langkahnya terhenti pada sebuah motor matic bercorak sapi berwarna pink putih. Pinky Cow, masih setia menunggu dengan sabar. Teman kesayangan, selalu ada buat Kara, menunggunya pulang dan mengantar ke mana pun gadis pirang ini p

Kara

Gambar
Sesungguhnya Aku tak rela Melihat kau dengannya Sungguh hati terluka Reff lagu 'Tak Rela' mengalun lembut di meja kerjanya. Kara, wanita berkaca mata minus, sedang asik menikmati sajak-sajak yang dilantunkan bibir vokalis merpati band tersebut. Jemarinya lincah menari di atas tuts-tuts keyboard komputer. Dia selalu gagal fokus, pikirannya menerawang tepat ke masa lalu, dia teringat teman remajanya. Sudah sepuluh tahun berlalu, tetapi gadis berambut pirang sebahu ini tak pernah sedikit pun melupakan dia. Saat ini mereka terpisah oleh kota yang berbeda, Kara berada di Medan, bekerja sebagai Teller di sebuah Bank. Sedangkan temannya berada di Jakarta. ** Di penghujung senja, dua insan berdiri di atas jembatan laut merah. Saat itu terlihat sang wanita dengan emosi meledak-ledak memarahi lelaki dihadapanya. "Kamu, beneran tidak mencintaiku?" tanyanya dengan wajah berwarna merah penuh dengan emosi. Seketika lelaki yang ingin berbicara perihal surat yan

Saat Cinta Tersembunyi

Gambar
"Bagaimana menurutmu, oke nggak?" Karin menyodorkan selembar kertas berisi biodata dan sebuah foto ukuran postcard. "Muhammad Asrul Ramadhan, Sastra UI, memiliki sanggar yang sudah berkembang diberbagai kota. Tingginya 170cm, beratnya 65kg, anak pertama dari delapan bersaudara, usia 30 tahun dan hmm...." Olil Lia meneliti foto seorang pria berkulit putih dengan tubuh atletis. Dia berpikir serius, mengamati, menimbang dan memutuskan. "Oke nih, Kar. Kayaknya cocok deh sama kamu, udaaah ... jangan kebanyakkan milih. Tinggal diistikharain aja," ujar olil mengabaikan ekspresi Karin yang keliatan ragu. "Iya sih, keren, lulusan UI, mapan, ganteng, ehm... Tapi .... " Karin menggantung ucapannya. Jemarinya sibuk mengaduk-aduk jus alpukat yang mulai mencair. "Apa lagi, Miss perfect? Plis deh, ini adalah pria kesepuluh yang kamu tolak selama tujuh bulan terakhir ini. Apa sih yang kamu pikirkan, apa sih yang kamu cari, Kar?" ucap Olil