Sejarah Pendidikan Islam
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Di Nusantara..................................2
B. Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam di Nusantara Sampai Periode Walisongo........................................................... .............................................3
C. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan-Kerajaan Islam...................................3
BAB III PENUTUP....................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral masyarakat Islam baik dalam Negara mayoritas maupun minoritas. Dalam ajaran agama Islam pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tinggi. Karenanya, umat Islam selalu mempunyai perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan pendidikan untuk kepentingan masa depan umat Islam.
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan, karena dapat membantu manusia dalam mencapai kemajuan. Pendidikan yang tepat telah mendorong Islam mencapai kejayaannya pada masa klasik, begitu pula pendidikan yang kurang tepat membawa kemunduran Islam pada masa belakangan. Karena itu, jika umat Islam ingin maju, pendidikannya mestilah dibenahi. Dan pembenahan ini hanya dapat dilakukan manakala umat Islam memahami sejarah pendidikannya sendiri.
Oleh karena itu, berbicara tentang Pendidikan Islam di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari sejarah penyebaran dan perkembangan umat Islam di bumi Nusantara. Islam masuk ke Indonesia pada abad VII M dan berkembang pesat saat abad VIII M dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, maka pendidikan Islam juga mengalami perkembangan seiring dengan dinamika perkembangan Islam. Dimana saja di Nusantara ini terdapat komunitas umat Islam, maka di sana juga terdapat aktifitas pendidikan Islam Sistem pendidikan Islam ketika itu dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi lokal di mana kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Di Nusantara
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke 13 dan mencakup sebagian besar Nusantara dalam abad ke 16. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh seorang Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin Al Kamil, dari dinasti Fatimah, pada tahun 1128. Kemudian kerajaan ini direbut oleh Marah Silau yang kemudian bergelar Sultan Malikul Saleh (1258-1297), dari dinasti Mamaluk. Menurut Redja Mudyahardjo, bahwa kerajaan ini menjadi pusat perdagangan di selat Malaka dan juga pusat penyebaran agama Islam. Dari Aceh meluas ke Minangkabau. Kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia.
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umunya dilakukan secara damai. Saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada 6 yaitu :
1. Saluran perdagangan
2. Saluran perkawinan
3. Saluran tasawuf
4. Saluran pendidikan
5. Saluran kesenian
6. Saluran politik
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian adat dan syariah diberbagai daerah di Indonesia selalu terjadi. Meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian proses islamisasi diberbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat. Sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Dalam sejarah Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan. Rasulullah menjadikan mesjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di dalamnya. Perbuatan beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau. Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul Allah SWT.
Adapun beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia yaitu:
Mesjid dan langgar
Pesantren
B. Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam di Nusantara Sampai Periode Walisongo
Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada (indigeneous religious dan social institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di Jawa, umat Islam mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren; di Minangkabau mengambil Surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam; demikian halnya di Aceh dengan mentransfer lembaga meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Menurut Manfred, Pesantren berasal dari masa sebelum Islam serta mempunyai kesamaan dengan Budha dalam bentuk asrama. Bahwa pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara pararel. Pesantren berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Menurut Robson, kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang diartikan sebagai orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum. Meskipun terdapat perbedaan dari keduanya, namun keduanya perpendapat bahwa santri dari bahasa Tamil.
Santri dalam arti guru mengaji, jika dilihat dari penomena santri. Santri adalah orang yang memperdalam agama kemudian mengajarkannya kepada umat Islam, mereka inilah yang dikenal sebagai “guru mangaji”. Santri dalam arti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan, bisa diterima karena rumusannya mengandung cirri-ciri yang berlaku bagi santri. Ketika memperdalam ilmu agama, para santri tinggal di rumah miskin, ada benarnya. Kehidupan santri dikenal sangat sederhana. Sampai Tahun 60-an, pesantren dikenal dengan nama pondok, karena terbuat dari bambu.
Pada abad ke XV, pesantren telah didirikan oleh para penyebar agama Islam, diantaranya Wali Songo. Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam mendirikan masjid dan asrama untuk santri-santri. Di Ampel Denta, Sunan Ampel telah mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu atau ngaos pemuda Islam. Sunan Giri telah ngelmu kepada Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam di Giri. Dengan semakin banyaknya lembaga pendidikan Islam pesantren didirikan, agama Islam semakin tersebar sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ujung tombak penyebaran Islam di Jawa.
Peran Wali Songo tidak terlepas dari sejarah pendidikan Islam di Nusantara. Wali Songo melalui dakwahnya berhasil mengkombinasi metoda aspek spiritual dan mengakomodasi tradisi masyarakat setempat dengan cara mendirikan pesantren, tempat dakwah dan proses belajar mengajar.
Wali songo melakukan proses Islamisasi dengan menghormati dan mengakomodasi tradisi masyarakat serta institusi pendidikan dan keagamaan sebelumnya, padepokan. Padepokan diubah secara perlahan, dilakukan perubahan sosial secara bertahap, mengambil alih pola pendidikan dan mengubah bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan perubahan secara bertahap, mengambil alih pola pendidikan dan mengubah bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan perubahan secara perlahan mengenai tata nilai dan kepercayaan masyarakat, perubahan sosial, tata nilai, dan kepercayaan. Hal ini menciptakan alkulturisasi budaya termasuk pedoman hidup masyarakat, pemenuhan kebutuhan hidup, dan operasionalisasi kebudayaan melalui pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat, yaitu pedoman moral atau hidup, etika, estetika, dan nilai budaya (adanya simbol-simbol dan tanda-tanda).
Di Sumatera Barat, pendidikan Islam tradisional di sebut Surau. Di Minangkabau, Surau telah ada sebelum datangnya Islam, adalah merupakan tempat yang dibangun untuk tempat ibadah orang Hindu-Budha. Raja Aditiwarman telah mendirikan kompleks Surau disekitar bukit Gombak, Surau digunakan sebagai tempat berkumpul pemuda-pemuda untuk belajar ilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan masalah-masalah sosial
Menurut Sidi Gazalba, sebelum Islam datang di Minagkabau, Surau adalah bagian dari kebudayaan masyarakat setempat yang juga disebut “uma galang-galang”, adalah bangunan pelengkap rumah gadang. Surau dibangun oleh Indu, bagian dari suku, untuk tempat berkumpul, rapat dan tempat tidur bagi pemuda-pemuda, kadang-kadang bagi mereka yang sudah kawin, dan orang-orang tua yang sudah uzur.
Kedatangan Islam tidak merubah fungsi Surau sebagai tempat penginapan anak-anak bujang, tetapi fungsinya diperluas seperti fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah. Namun, dari segi fungsi Surau lebih lebih luas daripada fungsi Masjid. Masjid hanya digunakan untuk shalat lima waktu, shalat jum’at, shalat ‘id. Sedangkan Surau juga digunakan shalat lima waktu, sebagai tempat belajar agama, mengaji, bermediatsi dan upacara-upacara, di samping sebagai tempat semacam asrama anak-anak bujang. Lebih lanjut Surau digunakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki sisten yang teratur, ini dapat dibuktikan dengan didirikannnya Surau sebagai lembaga pendidikan Islam oleh Syekh Burhanuddin (1646-1691) setelah berguru kepada Syekh Abdurrauf bin Ali
Meunasah semula adalah salah satu tempat ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh. Selanjutnya mengalami perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan, tempat pertemuan, tempat transaksi jual-beli, dan tempat menginap para musafir, tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan jika ada warga kampung yang bertikai Sedangkan dayah adalah lembaga pendidikan yang terdapat hampir di tiap-tiap uleebalang, seperti halnya di tiap-tiap kampung harus ada meunasah. Setiap dayah memiliki sebuah balai utama sebagai tempat belajar dan salat berjama’ah. Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan, dayah mengkaji materi pelajaran yang lebih tinggi daripada di meunasah.
Lembaga-lembaga pendidikan semacam Pesantren, Surau, Meunasah dan Dayah memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai Islam, terjadi transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan (transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill) sehingga mampu mencetak intelektual muslim Nusantara yang patut diperhitungkan dalam era peta pemikiran Islam
C. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan-kerajaan Islam
Tumbuhnya kerajaan Islam sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini jelas sangat berpengaruh sekali dalam proses Islamisasi/ pendidikan Islam di Indonesia, yaitu sebagai suatu wadah/ lembaga yang dapat mempermudah penyebaran Islam di Indonesia. Ketika kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin memperoleh perhatian, karena kekuatan politik digabungkan dengan semangat para mubaligh (pengajar agama pada saat itu) untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
1. Kerajaan Islam di Sumatera
Ada beberapa kerajaan Islam yang terdapat di Sumatera salah satunya yaitu kerajaan Aceh Darussalam yang di proklamasi kan pada 12 Dzulqaidah 1962 H (1511M) menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Para sultan Aceh sangat mencintai lmu dan ulama. Lembaga pendidikan yang merupakan pusat pengembangan pendidikan Islam di kerajaan Aceh adalah Balaiseutiakuhama, Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Departemen yang mengurus masalah pendidikan dan pengajaran disebut Balai Jamaah Himpunan Ulama yaitu kelompok studi para ulama untuk bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan.
2. Kerajaan Islam di Jawa
Dalam menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa terdapat dua kerajaan Islam di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak dan kerajaan Mataram. Proses pendidikan kerajaan Demak beriringan dengan kegiatan dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati dalam melakukan tugas pendidikan Islam kepada masyarakat, para wali menggunakan mesjid sebagai sarana pengembangan pendidikan Islam. Mesjid Agung Demak adalah mesjid tertua di pulau Jawa yang menjadi pusat dan lambang kerajaan. Selain sebagai tempat ibadah. Mesjid Agung Demak juga digunakan sebagai pusat bertukar pendidikan Islam. Selain di Mesjid Agung, pendidikan agama juga diadakan di mesjid-mesjid umum.
Selanjutnya Proses pendidikan Islam pada masa kerajaan Mataram yaitu membuat beberapa ketentuan khusus, yaitu setiap desa harus menyediakan beberapa tempat pengajian Al Qur’an. Ditempat itulah diajarkan huruf Hijaiyah, barazanji, dan dasar-dasar keislaman lainnya seperti praktik ibadah, rukun iman dan rukun Islam. Selain itu pihak kesultanan menghimbau kepada orangtua agar memerintahkan anak-anak mereka yang telah berusia 7 tahun agar belajar mengaji.
3. Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan Pertama di Sulawesi Selatan adalah kerajaan kembar Gowa Tallo pada tahun 1605M. Rajanya ikut masuk Islam bernama I Mallingkang Daeng Manyonri bergelar Sultan Abdullah Awwalul Islam. Sama seperti kerajaan-kerajaan lainnya yaitu mesjid menjadi pusat perkembangan agama Islam di Sulawesi Selatan selain sebagai tempat beribadah. Mesjid dan langgar juga digunakan sebagai tempat pengajian agama bagi anak-anak muda ditempat itu. Guru yang mengajarkan Al Qur’an dan ilmu-ilmu Islam lainnya isebut anrong guruntaatau gurunta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedatangan Islam di Nusantara dibawa oleh para pedagang dan ulama-ulama, mereka datang dari Arab, Persia maupun India, penyebarannya adalah berada pada jalur-jalur dagang internasional pada saat itu. Pendidikan Islam Islam dilakukan dalam bentuk khalaqah di rumah-rumah pedangang ataupun ulama maupun dengan tauladan.
Walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa sangat berhasil karena mampu mengislamisasikan wilayah Jawa. Lembaga pendidikan yang digunakan adalah pesantren. Keberhasilannya didukung oleh pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kultur masyarakat Jawa.
Pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia sudah berlangsung cukup baik. Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses islamisasi di Indonesia sebagai peranannya didalam penyiaran agama Islam, melalui para Ulama sebagai mubaligh/ pendidik dalam penyiaran agama Islam dan kerajaan Islam sebagai wadah kekuasaan politik Islam, keduanya sangat berperan dalam mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Yunus, sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta; Mutiara Sumber Widiya 1995
Abdullah, Taufik. (Ed.), Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: CV. Rajawali, 1983.
Asrohah, Hanun. Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos, 1999.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992.
Rukiati, Enung K dan Fenti Hikamawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial, diterjemah oleh Butche B. Soendjojo. Jakarta: P3M, 1983.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Cet.III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 5.
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 141.
Enung K Rukiati dan Fenti Hikamawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2006). h. 55.
Komentar
Posting Komentar