Cinta Dunia Maya



Aku mencintaimu bagaikan langit memeluk bintang
Aku lukiskan cinta di hati tak terbatas lagi

**
Aku mengenalnya di jejaring sosial milik Mark Zuckerberg. Kami satu komunitas dalam sebuah grup kepenulisan. Awalnya berbalas-balas koment, kemudian berkirim-kirim pesan. Pada akhirnya saling suka dan menyukai.

Tak menyangka di usia yang tidak lagi remaja, aku masih bisa merasakan yang namanya cinta. Cinta, membicarakannya saja aku seakan mual dan mendadak pusing tujuh keliling. Tapi kali ini berbeda, dengannya aku merasa benar-benar dicintai.

Tidak seperti waktu sekolah atau kuliah dulu. Aku juga jatuh cinta tetapi cenderung mudah melupakan. Berbanding terbalik dengan sekarang, cinta ini sulit sekali membasminya. Seperti ada stimulan bahwa dialah yang terbaik buatku.

***

'Ngantuk kali di kantor ini, pengen kopilah jam-jam segini, siapa yang mau antar ya?' kutekan tombol post di status facebook dan melanjutkan pekerjaan, tepatnya pura-pura bekerja.

Menjadi karyawan bank ini ternyata tidak sulit apalagi jabatan yang kupegang bisa dikatakan santai, tak ada kerjaan. Sebagai kepala admin tugasnya hanya mereview pekerjaan karyawan lain.

Drttt ... drrt ....  Benda berbentuk persegi panjang yang kuletak di samping PC menggeser, dengan lincah jari-jari ini menekan-nekan layar datarnya.  Ternyata ada pemberitahuan seseorang memberi komentar di status yang baru aku posting.

"Diego Michael, namanya aneh," gumamku.

Diego : Beneran mau kopi?

Hari gini masih ada orang aneh ternyata, dengan cepat kubalas komentarnya.

Raihana : Kalau bisa kenapa enggak?

Diego : Bisa dong, kalau abang yang buat apa yang enggak bisa.

"Belagu sekali nih orang, oke aku kerjain aja sekalian." Pikiran licik mulai menduduki sang otak.

Raihana : Yaudah, Bang. Awak mau kopi Luwak mocca float rasa vanila ya 😁😁

Kuselipkan emot senyum datar biar dia tidak tersinggung dengan permintaan anehku.

Diego : ditunggu :)

Ditunggu? Sudah lelah aku menunggu, aku tak mau berharap. Abaikan saja komentarnya dan hanya menganggap sekedar hiburan saja. Tapi kenapa cuma dia sendiri yang berkomentar? Ah, lupakan.

Kusandarkan bahu ke kursi fantoni yang empuk dengan roda-roda kecil di kakinya, aku berputar-putar dan berhenti, berputar lagi dan berhenti. Mataku menatap layar PC, mengklik-klik menu yang ada. Kentara sekali sedang mengkhayal.

Tak berapa lama ada yang datang mencari.  Setelah kumatikan telepon, aku buru-buru ke depan kantor.

"Dengan Ibu Raihana?" Lelaki dengan tubuh tinggi tegap, kulit putih dan bisa dikatakan tampan itu bertanya.

"Iya, saya sendiri," jawabku heran.

"Ini kopi pesanannya, Bu" dia menyodorkan secangkir kopi lengkap dengan cemilan. Tersenyum,  dan langsung permisi pulang.

Aku terkejut, kopinya benar-benar datang. Tapi dari siapa? Apakah mungkin? Sambil bertanya-tanya heran kembali ke ruangan.

Drrrt ... drrrt .... Ponsel datarku menggeser lagi. Ada pesan dari, Diego!

Diego : Udah nyampe kan kopinya? Tadi yang ngantar anak buah abang.

Raihana : udah nih! Kok bisa sih? makasih ya, abang.

Ha! Abang? Yang benar saja. Untuk menghormatinya biarlah kusebut dirinya sesuai dia menyebut dirinya kepadaku.

Diego : Iya, kebetulan Abang lagi gak di Medan,  jadi gak bisa ngantarin sendiri. Tapi kopi Luwak putih doang gak apa ya?

Raihan : Ini lebih dari cukup kok. Awak sebenarnya suka kopi luwak putih, Bang. Yang tadi gak beneran, cuma bercanda. Maaf ya.

Diego : Oh iya gak papa, kalau ada perlu apa-apa lagi, bilang aja ke abang ya.

Saat itulah hubungan kami semakin dekat. Awalnya aku menganggapnya sebagai abang angkat, karena aku tak punya abang. Dan faktanya Diego sudah lama memerhatikanku.

Dia sangat suka dan sering tertawa melihat postingan-postingan, atau cerita-cerita tidak jelas yang kukirim di wall grup kepenulisan itu.

Diego juga satu kota denganku. Sekarang dia berada di luar kota untuk urusan bisnis. Dan  Ketika dia pulang kami berjanji akan bertemu.

Waktu yang dijanjikan telah tiba. Seorang lelaki, berpakaian stylish menghampiriku yang sedang menunggu seorang teman di taman. "Sudah lama ya?" tanyanya.

Aku kira dia hanya sekedar lewat atau singgah duduk sebentar. Mungkinkah dia orangnya, "Ini beneran Abang Diego?" tanyaku penasaran.

Dia hanya tertawa, "Yuk! Jalan," ajaknya.

Biasanya jika bertemu teman maya dalam satu komunitas aku tidak pernah secanggung ini, tapi kenapa dengan dia aku bisa salah tingkah.

Saat kami berjalan bersisian. Lelaki jangkung ini menoleh kepadaku dan berkata, "Raihana, kamu kelihatan berbeda dengan foto profil di facebook."

"Apanya yang beda, Bang? Awak biasa aja kok. Terus ini juga pake baju yang biasa aja." Aku tersenyum canggung. 

"Keliatan lebih cantik," ujarnya.

Perkataanya hanya kujawab dengan senyum. Aku lebih baik sekarang dan bisa mengendalikan diri. Aku bersikap apa adanya dan tidak pandai berbasa-basi.

Satu harian bersama Diego sangat menyenangkan. Dia begitu sopan, tidak pernah menyentuh, atau merayu dengan gombalan-gombalan yang absurd. Diego pandai membawa diri dan begitu dewasa.

***

Sekarang di sinilah aku. Menyandarkan bahu kebelakang, menatap nanar pohon dan bunga yang berwarna-warni. Indah sekali! 

Mengingat masa lalu bersama dia sangat menyenangkan. Di taman ini, tempat kami pertama kali bertemu. Bagaimana aku yang canggung melihatnya, bagaimana dia memujiku. Semua terlihat begitu nyata.

Tapi sekarang, aku tak tahu di mana dia. Diego meninggalkanku. Akun facebooknya, nomor ponsel dan semua sosial media yang berhubungan dengannya tidak aktif lagi.

Dia pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Aku tak mengerti, padahal hubungan kami baik-baik saja, bahkan semakin akrab.

"Huft!" kuhembuskan napas berat. Seteguk lagi kopi Luwak putih ini akan habis. Waktu merenung sudah selesai. Aku beranjak!

Baiklah, mungkin bukan dia yang terbaik. Cukup sudah kuberharap. Tegukkan kopi terakhir sudah tuntas, kubuang cangkir kopi itu dengan kasar.  

Berusaha melupakannya dan menjadikan dia masa lalu seperti yang sudah-sudah sangat sulit, sulit sekali! Dia benar-benar merusak pertahanan hatiku dan membuatku kehilangan oksigen untuk bernapas. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?! Hatiku kini lemah tak berdaya. 

***

aku mencintaimu bagaikan langit memeluk bintang
aku lukiskan cinta di hati tak terbatas lagi
cinta yang dulu bersemi kini menjadi masa laluku
hatiku hancur tiada berkeping bagaikan segelintir debu

kepergianmu tanpa alasan yang pasti
kau buat hatiku kini lemah tak berdaya
semakin hancur hatiku ini tanpamu
ku tak bisa berdiri tegak dan bernafas lega

kepergianmu tanpa alasan yang pasti
kau buat hatiku kini lemah tak berdaya
semakin hancur hatiku ini tanpamu
ku tak bisa berdiri tegak dan bernafas lega

semakin hancur hatiku ini tanpamu
ku tak bisa berdiri tegak dan bernafas lega

Lagu : Eren - Pergi tanpa alasan.

#RNue
#Tantangan
#ODOP_Batch3

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Met Milad Kak Rita

Aku yang Bukan Aku

Cinta Tak Harus Memiliki