Panggil Aku dengan Namaku!
"Terima kasih, Anjing!" kata laki-laki itu, saat aku mengulurkan koran pagi yang selalu dibaca. Ah, selalu saja begitu. Padahal dia tahu betul namaku. Sembari menyeruput kopi panas, matanya tak pernah lari dari setiap huruf yang tertuang dikoran. Sedikit pun dia tak pernah menatapku. Penghinaan yang dia berikan begitu menyakitkan. Benar-benar tidak manusiawi! Sungguh, dia laki-laki yang tak mengerti arti kesetiaan dan cinta. Aku pun berlalu. Seperti biasa, aku kembali ke tempat favoritku di dapur. Mendengarkan lagu dangdut diputar, sambil mengawasi Inem yang sedang memasak sarapan pagi. Beginilah hidupku! Tak pernah sekali pun dianggap manusia oleh pria berotot dan bercambang yang telah hidup bersamaku lima tahun di rumah ini. Keterlaluan! Hampir saja aku tertidur di kursi meja makan, menunggu sarapan yang aromanya membuat perut keroncongan, kesadaranku kembali. Tiba-tiba sesosok tubuh tinggi semampai, menghampiri. "Ini sarapanmu, Molly, ayo turun dari kursi!